Friday, August 10, 2007

Ciliwung dan Banjir Jakarta

“Ciliwung itu kecil kalinya tapi terkenal sekali namanya” begitu kira-kira kata Gumelar Nursanto suatu ketika. Ungkapan atau celetukan itu muncul secara spontan karena waktu itu bis yang kami tumpangi melintas di atas kali ciliwung di jalan M.T. Haryono. Memang, Gumelar suka melontarkan celetukan tentang keadaan sekitar. Kebiasaan yang saya sukai karena mencerminkan keluasaan pengetahuan dan bacaannya. Bergaul dengan dia, buat saya seperti mendapat charge-an terus tentang hal-hal baru karena Gumelar memang bisa berbicara dari soal leninisme sampai soal-soal sastra. Wah makasih banget daah.
Soal fakta bahwa kali Ciliwung itu kecil harus saya akui baru saya sadari jauh setelah ungkapan Gumelar waktu itu. Itupun karena kali Ciliwung lokasinya bersebelahan dengan Carrefour MT Haryono, langganan belanja keluarga. Biasanya memang kalau sudah bosan nunggu saya kadang jalan-jalan ke bantaran kali Ciliwung. Benar, kalinya memang kecil yang nggak lebih besar dibanding kali di belakang sekolah kita.
Nah soal terkenalnya, mungkin Gumelar tidak bermaksud mengungkapkan bahwa Ciliwung selalu menjadi pembicaraan karena sebagai biangnya banjir di Jakarta. Setahu saya, Gumelar waktu itu lebih menyoroti dari nilai-nilai historisnya atau mungkin karena sebagai barang langka di Jakarta. Kalau diperhatikan sih ada benarnya juga, di Jakarta yang namanya kali itu jarang banget. Yang banyak malah jembatan yang nggak ada kalinya. FO maksude. Jadi maklum aja kalau kali yang ada jadi sangat dikenal. Tapi whatever-lah, faktanya kali Ciliwung hari-hari ini menjadi terkenal lagi. Dari kali yang demikian kecil ternyata bisa meluapkan air demikian dasyatnya sampai membanjiri kawasan sekitarnya.
Parahnya, luapan kali Ciliwung tahun ini ternyata berimbas ke kawasan lainnya yang jauh dari kali. Kenapa begini? Banyak mungkin penyebabnya ya. Tapi kalau menurut saya sih karena secara alamiah air akan mencari jalannya sendiri, padahal alternatif kalinya terbatas. Jadi, daerah lainnya yang kebanjiran sebenarnya alamiah adanya karena air akan membuat alirannya sendiri. Nah kalau kalinya terbatas ya udah menggenang begitu aja. Dan akibatnya nggak tanggung-tanggung, bisa menyebabkan banjir setinggi mata kaki. Lho???! Ya maksudnya kalau orangnya berdiri di lantai 2 rumahnya!!!!!! Sengsara dah pokoknya.
Bila Jakarta minim kali, lain halnya dengan Pekalongan yang begitu banyak dilewati beberapa kali sekelas Ciliwung. Iseng-iseng aja kita itung mulai dari timur ada Kali Banger, terus Kali Grogolan yang mengarah ke Kali Loji, Kali Kramat Sari dan yang terbesar Kali Pencongan. Banyak kan. Makanya dengan luas area kota yang kecil, Pekalongan mempunyai rasio daerah aliran air dibanding daratannya yang lebih baik di banding Jakarta. Jadinya wajar kan kalau kali yang ada cukup efektif membagi kiriman banjir. Pengaruhnya jelas nyata karena air nggak pernah menggenang begitu lama. Alhamdulillah, dari dulu dan mungkin sampai sekarang, Pekalongan nggak pernah mengalami banjir yang demikian besar. Kalaupun ada ya paling sedikit kampung di bantaran kali.
Bagaimana banjir di Pekalongan? Seinget saya sih dulu malah jadi tontonan dan enak buat ngrubyuk jalan-jalan. Soalnya banjir ringan sih. Uuntuuung, untung, untung…untung..biar nggak terkenal tapi kalinya nggak bikin masalah. Semoga saja masih demikian. Setuju?

No comments: