Showing posts with label Wisata. Show all posts
Showing posts with label Wisata. Show all posts

Sunday, April 26, 2009

Wisata Kampoeng Batik

Membangun obyek wisata, selain wisata permainan, mempunyai karakteristik yang tidak jauh beda dengan membangun pusat perdagangan. Keduanya tidak bisa dipaksakan keberadaanya karena ia akan memilih datang secara alamiah dan apa adanya. Pikiran visioner dan tangan kreatif manusia kadang mencoba mematahkan premis. Tapi bukannya hasil memuaskan yang didapat namun justeru kegagalan yang harus diderita. Di dekade 90-an, kita pernah mendengar rencana ambisius Keluarga Bakrie untuk menciptakan kawasan Kalianda menjadi obyek wisata yang prestisius bahkan diharapkan mampu bersaing dengan Bali. Investasi milyaran rupiah dibenamkan dan promosi besar-besaran dilakukan. Hasilnya nihil. Suatu ketika saya bersama keluarga berkunjung ke Obyek Wisata Kalianda dan hanya mendapatkan hamparan pasir plus batuan putih yang sepi pengunjung serta kamar-kamar resort tanpa penghuni. Kondisi serupa saya yakin banyak ditemukan di tempat-tempat lain di seluruh penjuru nusantara. Bukti terbaru paling tidak saya temukan di Sentani Papua. Hotel and Resort Sentani tempat saya menginap merupakan proyek besar Merpati Nusantara Airline untuk memajukan wisata Danau Sentani. Setali tiga uang, hasilnya sama saja. Sentani gagal menarik wisatawan. Obyek wisata yang hanya mengandalkan fasilitas namun tidak mempertimbangkan tradisi, kemudahan akses, faktor penunjang lainnya akan gagal memikat perhatian wisatawan.
Mengembangkan kawasan yang secara potensial mempunyai kelebihan karena sudah eksis, dikenal luas, dan mudah diakses jauh lebih mudah ketimbang mengembangkan kawasan baru meski dengan kalkulasi matang sekalipun. Siapakah yang mampu mengkalkulasi dan memprediksi minat pengunjung? Karena alasan inilah, kemajuan wisata Bali atau Jogja tidak melulu karena sentuhan pengelola namun karena sejatinya mereka sudah mempunyai potensi luar biasa karena keindahan alam, faktor budaya, kemudahan akses, dan faktor penunjang lainnya seperti hiburan, kuliner dan termasuk barang sepele seperti oleh-oleh. Orang merasa tidak sah pulang dari Bali atau Joga tanpa membawa oleh-oleh meski sekedar Kacang Rahayu atau Bakpia Patuk.
Wisata akhir pekan di Kota Bandung yang berkembang pasca krisis 97 juga termasuk berkembang karena alasan adanya potensi luar biasa yang menjadi daya tarik masyarakat. Sebagai kota mode, Bandung semakin mengukuhkan statusnya dengan kehadiran Factory Outlet (FO) yang menawarkan busana berkualitas untuk kalangan dengan budget terbatas. Faktor kehadiran FO ditambah kesejukan alam, budaya sunda yang memberi nuansa berbeda, daya tarik sebagai kota pendidikan, kuliner dan oleh-olehnya membuat Bandung tidak pernah sepi dari pengunjung. Akses mudah yang secara tradisional ditunjang dengan jalur kereta semakin diperlancar dengan kehadiran Tol Cipularang. Karenanya pantas kalau semua potensi itu mampu menyedot perhatian sehingga setiap akhir pekan Bandung menjelma menjadi lautan wisatawan lokal.
Wisata Kampoeng Batik. Diperkenalkan sejak tahun 2007 dan dengan bermodal ketenaran sebagai Kota Batik, Wisata Kampoeng Batik ternyata kurang mampu menarik minat wisatawan lokal apalagi mancanegara. Sulit untuk menganalisis penyebabnya, namun kalau menggunakan analogi Bandung, apa yang menjadi nilai lebih ketika wisatawan mengunjungi kampoeng batik. Mereka tidak akan jauh-jauh datang hanya untuk menyaksikan proses pembuatan batik, sekedar demo atau belanja batik. Seperti orang berwisata ke Bandung, mereka berwisata juga karena kemudahan akses, menginginkan suasana menarik, kuliner yang istimewa, dan tentu saja berburu oleh-oleh yang menarik. Terus nilai lebih apa yang bisa ditawarkan Pekalongan? Tanpa mempertimbangkan kedua faktor terakhir ini, nasib wisata kampoeng batik akan sama dengan Wisata Kalianda dan Sentani serta proyek wisata gagal lainnya.

Saat perhatian masyarakat tertuju pada pemilihan legislatif, Pemkot Pekalongan ternyata punya hajatan besar berupa revitalisasi Wisata Kampoeng Batik. Menyadari pentingnya kemudahan akses, Pemkot melakukan kerjasama dengan P.T. KAI dengan menyediakan kereta wisata khusus yang diharapkan mampu menarik perhatian wisatawan dari Jakarta. Dalam revitalisasi, paket wisata kampoeng batik makin diperkaya dengan obyek-obyek lain seperti Musium Batik dan Pasar Grosir Setono. Dengan demikian program revitalisasi ini menawarkan pengalaman lebih karena terintegrasi, memberikan pengalaman berbeda dengan menaiki kereta wisata, sejarah perjalanan batik, dan proses pembuatan batik dari hulu sampai dengan hilir. Bagaimana paket wisata ini ditawarkan digambarkan secara apik oleh Metro TV dalam Acara Archipelago tanggal 26 April 2009 yang bertajuk” “Wajah Pekalongan”.

Masalahnya, mampukah visi dan inisiatif pemkot ini menarik minat wisatawan untuk datang, tinggal lebih lama, dan membelanjakan uang di Pekalongan sehingga mampu menggerakkan ekonomi rakyat? Nada optimis mungkin akan kita lontarkan kalau targetnya adalah sekedar menarik wisatawan untuk datang. Namun apakah mereka berminat untuk tinggal lebih lama dan membelanjakan uang lebih banyak tentu tergantung pada faktor penunjang yang ditawarkan masyarakat Pekalongan. Untuk yang terakhir ini rasanya perlu mengintegrasikan keunggulan ketenaran batik dengan potensi wisata lain yang ada di kawasan sekitar. Kalau nyatanya Pekalongan memang miskin potensi wisata alam, Pekalongan perlu memasarkan potensi wisata yang ada di sekitarnya. Misal, pantai ujung negoro dan wisata kebun teh yang ada di Pagilaran di Batang atau Wisata Alam di Petung Kriyono yang konon hanya satu-satunya daerah yang masih menyisakan harimau jawa. Demikian juga soal kuliner, Pekalongan tidak boleh hanya berbangga dengan masakan tradisionalnya taoto dan megono. Padahal, berdasarkan pengalaman teman-teman yang pernah berkunjung ke Pekalongan, mereka justeru terkesan pada seafood, ayam maroko, dan sup buntut Bu Leman. Artinya untuk membidik selera wisatawan kita harus mengalah pada selera pasar. Begitu juga soal oleh-oleh? Apa yang bisa dibanggakan dari Pekalongan? Padahal oleh-oleh dengan kemasan yang khas akan menjadi sarana efektif untuk mempromosikan suatu daerah. Buktinya? Kalau seseorang mengantri bagasi di terminal kedatangan Bandara Soekarno-Hatta, akan segera tahu dari mana mereka itu datang. Kalau Bika Ambon dari Medan, Kripik Balado dari Padang, Empek-empek dari Palembang, Kripik Pisang dari Lampung, Bandeng Presto dari Semarang, Krupuk Udang dari Surabaya/Sidoarjo, serta Markisa dari Makassar. Efektif dan mengena karena oleh-oleh itu akan menjadi duta promosi. Lalu apa oleh-oleh dari Pekalongan?

Friday, January 11, 2008

Masjid Aulia dan Al Qur’an Raksasa

Dari tampak fisiknya, masjid ini tidak begitu menarik. Umur bangunannya yang sudah tua dan sosoknya boleh di bilang lebih mirip mushola. Meski begitu, masjid Al Aulia Sapuro ini justeru syarat dengan nilai sejarah bagi masyarakat Pekalongan. Diyakini, masjid ini menjadi titik awal perkembangan Islam di Pekalongan yang dibawa oleh para kiai dari Demak.
Menariknya masjid ini juga menjadi tempat tujuan ziarah. Beberapa tokoh yang dimakamkan di sekitar tempat itu antara lain Habib Ahmad Alatas, Pangeran Adipati Aryo Notodirdjo (wafat tahun 1899), Bupati Pasuruan R Tumenggung Amongnegoro (wafat 1666).

Pada prasasti dari papan kayu di masjid itu, terpampang tulisan Arab yang berarti bangunan itu didirikan pada bulan Rajab tahun 1135 Hijriah. Berarti sekarang Masjid ini berusia 294 tahun. Woow.

Selain memiliki keistimewaan sejarah, masjid itu juga menyimpan Alquran Raksasa yang menurut Kiai Dananir, pengurus masjid tersebut, diperkirakan terbesar di Indonesia. Alquran ini pemberian dari putra daerah yang menjadi anggota polisi ketika itu, yakni Moh Aswantari, sekitar tahun 1970-an.
Alquran berukuran 22,35 x 2 meter itu dibuat dari kain putih yang ditulis dengan cat hitam. Isinya khusus juz 30 yang terdiri atas 17 surat termasuk tambahan surat Al Fatihah.

Tulisannya cukup bagus, seperti hasil cetakan pada Alquran. Karena itu, tidak aneh jika panitia MTQ Jawa Tengah tahun 1978 meminjamnya untuk dipasang dalam panggung. Namun ketika MTQ usai, barang aneh itu hilang tidak jelas siapa yang merawatnya. Panitia teledor, sehingga sampai bertahun-tahun Alquran raksasa yang menjadi kebanggaan warga Kota Pekalongan sempat raib, tidak kembali. Setelah diributkan, akhirnya barang langka itu dikembalikan oleh seseorang pada tahun 2001.
Masjid Al Aulia ini gampang dicari meski letaknya nyelip di areal pemakaman. Ini karena di jalan masuknya ada Gapura Pemakaman Sapuro Pekalongan.

(Foto Al Qur’an Raksasa diunduh dari Suara Merdeka Online)


Tuesday, November 6, 2007

Pantai Ujungnegoro

Menyusuri pantai sepanjang ratusan kilometer di bagian utara Pulau Jawa, anda tidak akan mendapatkan apa-apa selain tanah melandai yang gersang, tambak, rawa atau malah kawasan padat penduduk. Akibatnya Pantura Jawa tak dapat dilepaskan dari kesan panas, kumuh dan kotor sehingga tidak menarik untuk dikunjungi. Bahkan beberapa kawasan yang telah dikelola menjadi obyek wisata pun tak mampu juga menepis kesan itu. Begitulah potret pantura, tak ada sedikitpun keindahan yang mampu memanjakan mata dan meneduhkan hati.
Untungnya, ini istilah khas Jawa, di balik kekumuhan ini masih ada setitik atau satu lot keindahan yang berada di Pantai Ujungnegoro. Pantai yang berlokasi 12 KM sebelah timur Kota Batang (22 KM dari Pekalongan) yang masuk dalam Kawasan Alas Roban ini, menawarkan keunikan yang membedakan dengan kawasan pantura lainnya. Pantai Ujungnegoro memang mempunyai tanah yang berkontur perbukitan sehingga kita dapat menyaksikan pemandangan selayaknya pantai selatan Jawa. Meski berkesan berlebihan, Harian Suara Merdeka malah menyebutnya serasa berada di Tanah Lot.

Memasuki kawasan ini kita akan dihadapkan pada pilihan jalan bercabang. Satu menuju puncak bukit setinggi 17 meter dengan pemandangan laut lepas dari sela-sela rimbunnya pepohonan. Mengasyikkan, dari ketinggian ini kita bisa menyaksikan riak-riak ombak yang susul-menyusul menghantam bebatuan karang dalam suasana sejuk oleh semilir angin. Di bukit ini pula terdapat petilasan Syekh Maulana Maghribi, seorang ulama besar penyebar agama Islam di Pulau Jawa.
Kemudian jalan satunya yang menurun agak terjal mengarah ke sisi pantai dengan pasir putih yang melandai. Sisi ini lebih banyak dipilih oleh pengunjung karena menyediakan lahan parkir, arena bermain dan tempat istirahat yang lebih luas. Begitu pula, air lautnya yang bening pasti menjadi magnet bagi anak-anak untuk nyemplung dan berenang.
Dari sisi ini pemandangan bukit Syekh Magribi yang berbatasan dengan laut dapat disaksikan dengan jelas. Menariknya di bawah bukit terdapat dataran karang yang menjorok ke laut. Tempat ini biasanya dijadikan pengunjung untuk aktivitas memancing. Dengan kontur begini makanya pemandangan ini diklaim serasa di tanah lot. Bedanya tak ada pura di batu karang di pantai ini.

Bagi yang tidak ingin berenang tapi sekedar ingin jalan-jalan, ada aktivitas yang tak kalah menariknya yaitu menyusuri kaki bukit karang. Tantangannya adalah melewati setapak demi setapak bebatuan karang dari kawasan pantai berpasir untuk menyeberangi bukit Syekh Maulana Maghribi. Perjalanan dari pantai berpasir menuju kaki bukit masih dapat anda lalui dengan leluasa karena cukup banyak pilihan pijakan berupa bebatuan karang. Namun setibanya di pinggang bukit, anda hanya akan menemui jalan setapak berupa tonjolan-tonjolan batu karang setinggi satu sampai dua meter di atas permukaan air laut. Cukup memerlukan kehati-hatian. Awas, terburu-buru atau ceroboh menginjak batu pijakan bisa terpeleset ke laut.
Namun begitu mampu melewatinya, pengorbanan itu segera terbayar karena kita bisa menyaksikan keindahan lainnya berupa hamparan pantai karang yang berpasir putih, diapit oleh bukit lainnya di sisi timurnya. Suasana teduh akan anda temukan karena sejauh mata memandang akan terlihat deretan dataran tinggi alas roban. Sebuah pemandangan yang membuat lupa bahwa anda sedang berada di Pantura.

Friday, August 10, 2007

Museum Batik

Predikat Pekalongan sebagai kota batik rasanya sudah dikenal luas dan diterima tanpa reserve. Hal yang membanggakan tentu karena predikat ini memang sudah melekat kuat di seantero nusantara. Dari pengalaman bepergian ke berbagi wilayah lain, saya membuktikan kuatnya persepsi itu. Tiap kali berkenalan dan menyebut asal kampung saya, mereka dengan cepat menimpali, “….Kota Batik”.
Sebenarnya produksi batik tidak melulu dominasi Pekalongan. Kita tentu mengenal dengan baik batik Yogya, Solo atau juga Cirebon. Bahkan sekarang Provinsi Jambi sedang menggalakkan daerahnya sebagai sentra batik terutama untuk wilayah sumatera. Namun tidak sebagaimana kota-kota tadi, batik mempunyai nilai lebih di Pekalongan karena begitu mendominasi aktivitas ekonomi masyarakat. Kita dengan mudah bisa menyaksikan orang berlalu lalang membawa kain batik untuk diproses atau juga mengirim hasilnya untuk dipasarkan. Malah di kampung tertentu aktivitas nyolet (mewarnai) dan menjemur batik masih keliatan di halaman-halaman rumah. Julukan Pekalongan sebagai Kota Batik semakin kukuh setelah sejak masa krismon mulai tumbuh grosir-grosir batik di Pekalongan. Beberapa grosir memang akhirnya tidak kuat bertahan lama tapi Grosir Setono dan beberapa grosir di sekitarnya masih tetap bertahan dan bahkan cenderung berkembang. Dari Grosir inilah citra Pekalongan sebagai kota batik semakin keliatan.
Namun sayang, Predikat Pekalongan sebagai Kota Batik tetap saja belum lengkap karena belum adanya sarana untuk merekam dan mendokumentasikan jejak dan sejarah panjang perjalanan batik di Pekalongan. Padahal sejarah ini penting untuk membuktikan eksistensi batik di Pekalongan. Beruntung, sejak 12 Juli 2006 yang lalu masyarakat batik Pekalongan akhirnya dapat merealisasikannya dengan didirikannya museum batik. Tidak tanggung-tanggung, peresmiannya dilakukan langsung oleh Presiden SBY. Suatu tonggak penting bagi perkembangan perbatikan di Pekalongan.
Museum Batik yang berlokasi di eks Gedung Balaikota Simpang Lima ini sayangnya kurang diapresiasi publik. Ini terbukti dari pengamatan on the spot dan dari Buku Daftar Hadir masih terlihat minim. Sayang, padahal museum ini menyediakan koleksi batik yang apik dan lengkap. Tidak saja Batik Pekalongan tetapi juga batik dari berbagai wilayah nusantara. Beberapa koleksi bahkan didatangkan dari luar negeri karena sudah terlanjur menjadi koleksi bangsa sono.
Di luar faktor koleksinya, museum batik ini juga cukup baik dalam penataan dan pelayanannya. Semua koleksi dipajang dalam dua ruangan yang besar ber-AC dan bagus pencahayaannya. Satu ruang berbentuk segi empat tepat di seberang pintu masuk dan satunya lagi ruangan yang lebih besar berbentuk huruf L berada di sisi kirinya. Memasuki ruang pamer pengunjung akan didampingi oleh petugas yang dengan sabar dan ramah menjelaskan detail koleksi yang ada. Selepas menikmati koleksinya, pengunjung akan disuguhi demo pembuatan batik. Proses pembuatan dan tahapannya akan dijelaskan dengan peraga yang berbentuk kartu-kartu besar. Dari tahap desain, membatik, mlorot dan mewarnainya akan dijelaskan satu per satu. Kejutannya, pengunjung diberi kesempatan untuk mempraktikkan pelajaran instannya dengan membatik di atas kain seukuran sapu tangan. Hasilnya boleh dibawa pulang buat kenang-kenangan. Cukup mengasyikkan dan menambah wawasan tentunya. Hebatnya, untuk semua pelayanan itu pengunjung tidak dikenakan biaya sepeser pun alias gratis.
Memang untuk dikategorikan sebagai museum yang baik tentu ada kekurangannya. Di sana misalnya tidak ada koleksi literatur dan dokumentasi yang memadai. Tempat demo yang di tritisan belakang juga kurang nyaman dan kurang menarik pengunjung untuk lebih betah berlama-lama. Begitu juga promosi dan publikasi sepertinya belum gencar dilakukan sehingga relatif masih sepi pengunjung. Padahal museum ini mempunyai potensi besar untuk mengembangkan status Pekalongan tidak saja sebagai sentra produksi batik tetapi juga sebagai tujuan wisata batik.Jadi, bila anda ingin berwisata batik, jangan ragu-ragu, kunjungi saja museum batik ini. Selain tempatnya mudah dijangkau, museum ini setiap hari terbuka untuk umum dari jam 8 pagi sampai 4 sore. Buat rombongan wisatawan yang melintas di Pekalongan tidak ada salahnya untuk mampir barang sebentar. Pastinya berkesan banget.