Berbicara pasar, persepsi orang akan mengarah pada tempat orang bertransaksi jual dan beli. Tak peduli besar atau kecil, tradisional atau modern, kaget atau tidak, jongkok atau berdiri, siang atau malam, senin atau rabu, pasar umumnya menunjukkan pada tempat yang secara fisik terlihat.
Beda halnya kalau sebutan pasar tadi dirangkai dengan motor, atau tepatnya pasar motor. Di sini pasar motor kadung diartikan lain. Coba simak kutipan ini: “Pasar Motor Merangkak Tipis” atau “Tahun Depan Pasar Motor Turun”. Jelas, Pasar motor dikonotasikan sebagai pangsa pasar kendaraan motor yang pastinya nggak ada wujud fisiknya. Begitupun kalau kita menelusuri secara kasat mata. Rasanya kita nggak akan menemukan yang namanya pasar motor. Wajar aja kan karena orang berjual beli motor umumnya melalui pameran, dealer, toko atau lewat orang-perorangan. Bahkan untuk pasar atau bursa motor bekas tempatnya lebih terbatas lagi. Paling-paling toko kecil atau perorangan melalui iklan atau penawaran dari mulut ke mulut. Jadi benar pasar motor tidak ada fisiknya? tunggu dulu!
Di beberapa tempat, pasar otomotif memang ada tapi umumnya untuk mobil. Di Kemayoran Jakarta dan Tajur Bogor sudah dikenal sebagai tempatnya pasar mobil meski menurut saya lebih tepat dikategorikan sebagai showroom. Atau di Bintaro ada juga pasar mobil. Tapi yang ini sifatnya kagetan dan adanya cuma di hari minggu. Nah bagaimana dengan pasar motor?
Yang namanya keunikan dan kreativitas itu adanya di Pekalongan. Dasar orangnya maunya simpel dan efektif, entah dari kapan mulainya, orang Pekalongan bisa menciptakan yang namanya pasar motor. Betul, pasar motor dalam arti yang sebenarnya. Di situ orang-orang yang jualan (mungkin juga calonya) pada nangkring di motornya sementara orang yang mau beli bisa langsung liat barang dan nanya harganya. Bolehlah, tes-tes dulu atau periksa surat-suratnya. Yang jelas kalau udah cocok bisa langsung bayar dan dibawa pulang. Praktis kan.
Pasar motor di Pekalongan seingat saya dulu adanya di alun-alun. Tapi sejak perombakan besar, pasar motor kemudian pindah ke Sorogenen. Di tempat yang baru ini pasar motor di Pekalongan masih eksis sampai sekarang. Dari beberapa kali mudik ke Pekalongan, sempat saya perhatikan masih cukup ramai dan malah cenderung berkembang. Liat aja kalau sore hari deretan motor bererot di sisi barat lapangan, di parkiran ruko-ruko yang nggak keurus.
Model jual beli motor lewat pasar begini mungkin malah lebih efisien dan patut dilestarikan. Paling tidak penjual bisa menghemat biaya iklan (mau iklan kemana?) dan hargapun bersaing karena ada pembandingnya. Jadi ibarat Pasar Mangga Dua, pedagang dan pembeli sama-sama untung.
No comments:
Post a Comment