Cerita buku nostalgia ini bukanlah cerita tentang Gita Cinta dari SMA atau buku-buku novel lainnya. Ini tentang buku yang meski berbau sains tapi dijamin akan membawa alam pikiran kita menerawang ke masa-masa SMA. Lho?
Buat alumni yang anak IPA, pelajaran Fisika mungkin menjadi momok abiies karena bikin buteg pikiran. Bagaimana tidak, sudah materinya tergolong berat namun pengajarannya juga dilakukan dalam tempo cepat. Tiap guru hadir di kelas, atmosfirnya serasa kejar tayang. Ingat kan bagaimana gayanya Pak Triyoto ngajar: coret-coret, set seet set selesai satu pokok bahasan. Kita-kita yang modalnya pas-pasan bisanya cuma ndhlongop thok. Benlah, yang penting disalin dulu soal nantinya ngerti atau nggak urusan belakangan. Kalau dipikir-pikir, kenapa teknik pengajarannya begitu mungkin bisa dimaklumi karena materinya memang seabreg ya. Mulai dari fisika klasik, mekanika, kelistrikan dan bahkan sampai masalah atom, unsur pembentuk zat. Wah pokoknya, biar cuma kulit-kulitnya, kita dijejali begitu banyak materi tentang semesta dengan rentang yang begitu lebar dan luas. Pokoke bungkus...
Tapi dasar anak SMA, karena targetnya sekedar lulus, ternyata beratnya materi pelajaran bisa disiasati juga. Belajar dan ngerjakan tugas-tugas, meski pake nanya-nanya, akhirnya bisa mengatasi permasalahan. Buktinya ketika akhir masa studi hampir seluruh anak IPA pada mulus lulus sekolah. Masalahnya, ngerti dan bermanfaat nggak?
Bagi rekan-rekan alumni yang beruntung mampu meneruskan ke jenjang pendidikan tinggi jurusan sain dan teknologi, pastinya dapat menutup lubang-lubang dari materi fisika di SMA dan bahkan bisa menyelami secara lebih mendalam. Nah bagi alumni yang ”murtad” ke jurusan lain, materi yang dulu dengan susah payah dicerna tinggal jadi kenangan. Sayang kan, bekal yang ada terpaksa harus dikubur. Padahal di balik kerumitan hukum-hukum fisika ternyata terbentang rahasia keindahan dan keteraturan alam.
Sekarang, di tengah hiruk-pikuk politik yang nggak jelas juntrungannya, kerinduan akan nikmatnya sajian bermuatan sain dan teknologi yang serba pasti kadang demikian kuat. Kalau sudah begini, artikel-artikel ringan tentang iptek biasanya jadi buruan. Dan saya pun termasuk golongan ini. Biar kata sehari-hari bergelut dengan bidang sosial ekonomi, saya termasuk rajin menyisihkan dana untuk mengkonsumsi bacaan iptek. Dari yang sekedar majalah seperti national geographic sampai buku-buku iptek, baik dari perpektif agama sampai iptek murni.
Buku-buku karangan Harun Yahya adalah buku tentang iptek dari perpektif agama yang menjadi favorit saya. Bukunya, terutama tentang Penciptaan Alam Raya, demikian kuat merasuk dalam pikiran dan batin saya. Ternyata ketika fisika digambarkan dengan bahasa filosofis namun sederhana, kita akan menemukan fakta yang demikian agung dan mengagumkannya penciptaan alam. Meski oleh sementara kalangan yang sinis menyebutnya sebagai Bucailleisme, buku-buku jenis ini memang akan memberikan pencerahan dan ketenangan karena di sana kita menemukan adanya kesesuaian dengan pesan-pesan ilahi. Kenyataan ini kadang mengusik saya betapa ruginya orang yang tidak mau tahu atau mendalami sain dan teknologi. Dari sinilah saya kadang bernostalgia ke masa SMA yang demikian pragmatisnya menimba ilmu.
Nostalgia tentang masa di SMA ternyata bisa dipenuhi juga dari buku sain murni. Termasuk dalam kelompok ini adalah buku karangan Wospakrik yang berjudul “Dari Atomos hingga Quark”. Luar biasa, buku yang ditulis dengan bahasa yang sederhana namun demikian apik ini (ilmiah populer), mampu membuka imajinasi dan pemahaman pembacanya yang selama ini tertutup oleh momok kerumitan fisika. Hal-hal yang selama ini demikian rumit dipahami mampu dijelaskan oleh penulisnya secara jernih.
Bab demi bab sajiannya akan menggiring imajinasi kita ke masa-masa SMA, masa dimana kita bergelut dengan hukum-hukum fisika. Ingat hukum Archimedes, Newton atau pernah dengar nama John Dalton atau juga teknik Aljabar untuk memecahkan hukum fisika? Nah buku ini tidak saja bicara rumusannya tetapi juga dengan apik mengungkap kisah dibalik penemuan. Sangat mengena dan mudah masuk diakal buat yang merasa otaknya sudah jendhel.
Buat yang ingin bernostalgia, tak usah repot dan jauh-jauh, cukup sisihkan sedikit dana untuk buku-buku iptek. Insya Allah, di sana anda akan menemukan sisi lain yang hilang, juga keindahan dan keagungan penciptaan alam.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment