Friday, August 10, 2007

Selamat Tahun Baru 1428 H

Tahun baru kali ini terasa istimewa karena seluruh komponen ummat Islam merayakannya pada hari yang sama yaitu pada tanggal 20 Januari tahun Gregorian. Tidak seperti waktu menentukan awal Ramadhan, Hari Raya Iedul Fitri maupun Iedul Adha, nampaknya kali ini ummat Islam akur-akur saja. Apakah ini pertanda baik sebagai indikasi bersatunya ummat Islam atau malah justeru mengindikasikan masa bodohnya terhadap hal-hal detail dan nampak remeh?
Sekedar menganalisis fenomena saja, berarti setelah bersilang pendapat sebelumnya mendadak sontak mereka menemukan titik temu diujungnya, dengan menutup tahun 1427 H pada hari yang sama. Akhir tahun bagi yang satu adalah 30 Dzulhijjah sedang bagi yang lainnya adalah 29 Dzulhijjah. Tokoh agama yang sebelumnya mrekengkeng sekarang jadi stelkendo. Hebatnya kesepakatan ini tanpa gembar-gembor hilal atau makmum pada Arab misalnya. Padahal kata ahlinya untuk menentukan kapan tanggal 1 harus dihilal dulu baru kalau nggak kelihatan baru digenapkan 30 hari. Bukan begitu? Nah nimbang bingung mikirin hari H-nya yang dimensinya sempit, saya lebih senang dengan mengingat kejadian yang lalu.
Tentang peringatan tahun baru Islam sedari dulu hawanya memang kurang terasa. Tau-tau pokoknya sekolah libur. Apalah artinya tahun baru Islam toh sehari-hari yang dipakai tahun masehi. Tapi tidak demikian buat sesepuh dalam menyikapinya. Mereka agak mengkeramatkan hari itu sebagai perayaan 1 Suro. Mereka menyikapi bukan dalam konteks masalah penanggalan (tahun Jawanya berapa ya?), tapi peringatan sudah bergeser ke hal-hal yang agak mistis. Ada yang bilang katanya kerisnya pas jam 12 malam akan bergerak-gerak minta dimandikan kembang seteman. Di beberapa tempat untuk ngalap berkah malah diadakan sesajian khusus. Opo hubungane yo.
Kalaupun ada kenangan yang terlintas di benak saya berkaitan dengan 1 Suro/Muharam adalah kejadian di sekitar rumah. Soalnya setiap malam 1 Suro Radio Damashinta selalu ngadakan hajatan wayang kulit semalam suntuk. Biar acaranya di aula tapi karena jaraknya cukup dekat jadi hawanya sampai ke rumah. Biasanya kalau ada acara wayangan saya selalu nyoba ngikuti biar cuma sekedar tau suasananya. Masalahnya kalau nonton wayang memang nggak pernah tutug, belum jam 12 biasanya sudah angop terus mulih. Cukuplah karena sampai di rumah kadang lamat-lamat masih terdengar suara gamelannya. Itung-itung buat pengantar tidur. Ingatan lain tentang 1 Muharam adalah pada komitmen kebangkitan Islam yang digembar-gemborkan dahulu. Ketika itu pada tahun 1980-an saat pergantian abad hijriah, para tokoh Islam sedunia mencanangkan abad 15 H sebagai abad kebangkitan Islam. Saya waktu itu sebagai ummat muslim dan masih berstatus pelajar tentu sangat bangga dibuatnya. Tarbayang di depan kejayaan ummat muslim akan kembali terulang. Betapa indahnya kalau muslim bersatu dan dunia kembali damai. (Saya memang banyak dipengaruhi oleh pemikiran HAMKA dan menyukai budaya timteng ala Turki atau Mesir)
Faktanya, tahun demi tahun berjalan kebangkitan yang kita inginkan bersama tak kunjung terlaksana. Bahkan kini setelah 28 tahun berjalan citra ummat Islam semakin terpuruk sebagai biang terorisme dan embel-embel buruk lainnya. Patutkah kita menjadi skeptis?
Alih-alih menciptakan persatuan, para tokoh agama kadang malah membuat kebingungan sehingga mengancam perpecahan ummat. Soal sepele tapi penting bahkan tak kunjung selesai diperdebatkan. Sudah beberapa tahun ini ummat kita selalu dihadapkan pada isu basi tapi selalu mengena yaitu perbedaan penanggalan. Bahkan ulama sekelas Yusuf Qardawi akhirnya sampai tidak tahan untuk mengkritiknya. Kita mestinya malu.
Beruntung pada penentuan awal tahun baru kali ini tidak ada perbedaan diantara kelompok yang selama ini tercerai berai. Mudah-mudahan ini menjadi pertanda baik dalam menapaki hari depan. Dan rasanya belum terlambat untuk mewujudkan abad ini sebagai abad kebangkitan Islam.

No comments: