Friday, August 10, 2007

Taoto Jakarta, Selingan Tombo Kangen

Taoto atau Soto Pekalongan sudah pasti menjadi menu favorit bagi kebanyakan opek yang masih ber-lidah Pekalongan. Kenyataannya bisa diperhatikan, setiap liburan dan masanya orang mudik, warung-warung penjaja taoto ramai diserbu pengunjung. Warung taoto seperti Bawon (PPIP), Tjarlam, Rochmani, Mustaram, Klego dan Medono biasanya laris manis. Kenapa demikian? Taoto adalah menu kuliner khas Pekalongan yang masuk dalam kategori soto dengan bahan utama daging kebo termasuk jeroannya, soun, bumbu tauco dan biasanya disajikan dengan lontong sebagai makanan utamanya. Kombinasi dari unsur-unsur utama tadi menjadikan tampilan taoto agak kecoklatan dan biasanya lapisan atas kuahnya sampai berminyak alias ngajih. Memang sih kelihatannya agak mblegedrek dengan aroma tauco yang menyengat. Tapi coba rasakan, pasti mak lhegender. Paduan asem, manis dan pedas yang lembut di lidah langsung terasa. Dijamin baru setengah mangkok sudah pingin nambah. Tanduk!! Keistimewaan kelembutan rasanya konon berasal dari daging kebonya yang memang lebih lembut dari daging sapi misalnya. Belum lagi karena daging dan jeroannya selalu direndam di dandangnya yang bikin kuahnya menjadi kental. Selain itu penggunaan soun dan lontong memang menghasilkan rasa yang lebih lembut bila dibanding bihun dan ketupat. Meski Taoto sangat digemari di Pekalongan namun sayang peredarannya sangat terbatas. Warung-warung terkenal yang saya sebut tadi sebenarnya hanya uplek di Pekalongan kotanya saja. Sedikit ke timur selepas Batang, ke selatan selepas Kedungwuni atau ke barat selepas Comal jangan harap lagi menemukan taoto. Kalaupun ada pasti sudah jauh rasa dan aromanya dengan taoto asli Pekalongan. Dari soal rasa paling tidak sudah tidak selembut aslinya karena biasanya menggunakan daging sapi dan tauco yang lebih bening. Jadi pantes aja kan buat orang yang berlidah Pekalongan akan menggunakan kesempatan saat di Pekalongan untuk berburu taoto. Tapi yang namanya mudik ke Pekalongan kan tidak bisa sak dek sak nyet dilakukan. Biar secara geografis strategis tapi karena harus mengandalkan transportasi darat maka waktu tempuhnya lebih lama. Bagi yang naik kendaraan pribadi dari Jakarta malah harus penuh dengan perjuangan. Macet. Beda dengan orang Jogja yang kangen bakmi mbah mo atau orang makasar yang kangen konro karebosi. Mereka bisa cepat pulang karena dua jam juga sudah sampai (paling nggak buat yang kantongnya memang tebal). Makanya buat opek yang kangen taoto harus ditahan-tahan dulu nunggu waktu longgar untuk mudik. Tapi kapan, keburu ngiler kan. Untuk menyiasati rindu taoto sebenarnya ada alternatifnya. Tombo kangen paling praktis adalah dengan menyambangi kios taoto yang ada di kota setempat. Buat opek yang tinggal di Jakarta katanya bisa nyari di bilangan Tanah Abang. Tapi nimbang nyari yang mungkin nylempit tempatnya, ada lokasi lain yang mudah terjangkau. Yang paling populer adalah Rumah Makan Nino yang ada di Tebet Jakarta. Beralamat di Jalan Tebet Timur Dalam dan berada persis seberang Pasar PSPT (dari MT Haryono masuk melalui Sinar Pagi), rumah makan ini tertata cukup resik. Dengan penataan bernuansa Pekalongan maka opek yang berkunjung dijamin akan merasa berada kampung halaman. Di situ ada peta dan foto-foto tentang Pekalongan dan malah ada pajangan becak Pekalongan yang diangkut dari Sorogenen. Nah soal taoto, rumah makan ini menyajikan hidangan yang mendekati rasa asli Pekalongan. Sedikit perbedaannya karena kuahnya terlihat bening kurang ngajih dan irisan daging serta lontongnya kecil (dagingnya dari sapi karena katanya kebonya lari-lari). Jadi secara keseluruhan porsinya memang lebih mini dibanding di Pekalongan. Barangkali karena disesuaikan dengan selera Jakarta. Tapi yang membuat istimewa, rumah makan ini juga menyediakan nasi megono lengkap dengan tempe ala Pekalongan yang tebal dan lebar plus cucut bakar. Jadi sekali berkunjung, keluarga bisa njajal aneka menu khas Pekalongan. Soal pelayanan jangan diragukan karena Pak Lukman dan istrinya akan langsung menyapa pembelinya. Apalagi kalau kita memperkenalkan sebagai wong Pekalongan, beliau akan langsung ngambil buku tamu karena wajib ngisi daftar hadir. Wah lumayan juga bisa ngintip ratusan nama dan alamat wong Pekalongan di Jakarta dan sekitarnya. Selain di Tebet rasanya memang sulit menemukan warung yang menyediakan menu taoto di Jakarta dan kota besar lainnya. Dulu di Kampoeng Indonesia Kota Wisata Cibubur pernah ada yang membuka kios taoto di dekat kios-kios batik. Sayang nasibnya tak berumur panjang karena sepi pembeli. Barangkali memang taoto Pekalongan hanya cocok untuk selera lokal dan masih kurang diterima masyarakat luas. Beda dengan soto-soto lainnya seperti Soto Kudus, Betawi, Madura, Sulung atau Coto Makassar yang sudah menasional sehingga dengan mudah ditemukan di berbagai tempat. Nah buat opek yang kesulitan mendapatkannya tidak ada salahnya untuk memasak sendiri. Cara ini rasanya memang yang paling memungkinkan dan itung-itung juga untuk belajar menyebarkan taoto. Soal resepnya jangan dikuatirkan karena sekarang ada cara mudah untuk memasak sendiri dengan membeli bumbu taotonya. Bila kapan waktu berkesempatan mudik ke Pekalongan bisa membeli bumbunya di sana. Diantara warung yang menyediakan adalah Taoto Bawon di samping PPIP. Di sini bumbu taoto dijual secara kiloan dan katanya asal disimpan dikulkas bisa tahan 2 atau 3 bulan. Bumbu bawon ini sudah saya coba beberapa kali dan hasilnya lumayan juga. Meski kurang ngglegender karena menggunakan daging sapi, taoto gawean sendiri sudah cukup untuk meredam kecutnya lidah karena kangen taoto. Nah buat opek yang butuh tombo kangen, alternatif tadi layak dipertimbangkan. Selamat menjajal.

No comments: