Masjid-masjid besar di Jawa umumnya dibangun dengan tataletak yang hampir serupa. Halaman - taman atau lahan parkir - ada di depan, sedang bangunan utamanya berdiri di belakangnya dengan posisi menghadap timur, tepatnya membelakangi kiblat. Tataletak ini memang paling ideal. Dengan posisi ini, tempat imam berada lurus di ujung belakang masjid searah dengan kiblat. Para jama’ah yang hendak shalat tinggal melangkah lurus ke depan, memasuki ruang terbuka sebelum sampai pada shaf yang masih kosong. Makanya, dilihat dari depan bangunan masjid yang begini memberi kesan luas dan megah.
Beda halnya dengan Masjid Asy-Syuhada Pekalongan. Masjid yang berada di depan Monumen Joeang 45 Pekalongan (Ex THR/Bintang Kecil) ini posisinya malah menghadap ke barat. Ini dengan kata lain menghadap kiblat. Jadi kalau memasuki halamannya, kita akan langsung berhadapan dengan dinding tempat Imam Sholat berada. Padangan ke dalam terhalang atau kepenthok dinding yang rapat. Makanya masjid yang sebenarnya cukup besar ini kesannya jadi kecil dan jelas, kurang megah.
Tapi cobalah masuk ke area dalam masjid melalui pintu samping di sebelah kiri. Kesan kecil akan segera hilang karena ternyata ruang ibadahnya cukup besar. Belum lagi masjid ini juga masih menyisakan lahan cukup luas di belakangnya yang bisa jadi lahan parkir atau menampung luberan jama’ah. Jadi kecil di luar tapi besar di dalam. Ya mungkin lebih tepat dikatakan ngantong.
Posisi ngantong ini rupanya ada negatifnya. Paling keliatan, jama’ah di masjid ini boleh dibilang tidak terlalu rame. Pernah liat lalu-lalang orang atau keluar-masuk kendaraan pas waktu sholat? Wah nggak kali ya. Kalo dipikir-pikir, mungkin karena bentuk masjidnya kurang mencolok atau mungkin juga karena jauh dari pemukiman. Maklum aja, wong kiri kanannya mung perkantoran dan pertokoan.
Tapi mengapa dinamakan Masjid Asy-Syuhada? Penamaan ini tidak terlepas dari penghormatan kepada para pejuang yang gugur (syahid) di markas Kempetai yang sekarang menjadi masjid ini. Di lokasi inilah pada tanggal 3 Oktober tahun 1945 terjadi pertempuran besar-besaran melawan pendudukan Jepang selama tiga hari tiga malam. Menurut sumber resmi di Pekalongan, 35 pejuang gugur dan 12 orang menderita cacat. Namun pengorbanan itu rupanya tidak sia-sia karena para pejuang berhasil mengusir Jepang dari Pekalongan pada tanggal 7 Oktober 1945.
Ingin napak tilas dan mendo’akan arwah mereka yang telah gugur? Kunjungi dan beribadahlah di masjid yang mempunyai nilai sejarah tinggi ini. Enak kok. Buat berjama’ah dan milih shaf yang terdepanpun gampang. Tinggal cuk... sudah langsung ada di barisan terdepan.
Beda halnya dengan Masjid Asy-Syuhada Pekalongan. Masjid yang berada di depan Monumen Joeang 45 Pekalongan (Ex THR/Bintang Kecil) ini posisinya malah menghadap ke barat. Ini dengan kata lain menghadap kiblat. Jadi kalau memasuki halamannya, kita akan langsung berhadapan dengan dinding tempat Imam Sholat berada. Padangan ke dalam terhalang atau kepenthok dinding yang rapat. Makanya masjid yang sebenarnya cukup besar ini kesannya jadi kecil dan jelas, kurang megah.
Tapi cobalah masuk ke area dalam masjid melalui pintu samping di sebelah kiri. Kesan kecil akan segera hilang karena ternyata ruang ibadahnya cukup besar. Belum lagi masjid ini juga masih menyisakan lahan cukup luas di belakangnya yang bisa jadi lahan parkir atau menampung luberan jama’ah. Jadi kecil di luar tapi besar di dalam. Ya mungkin lebih tepat dikatakan ngantong.
Posisi ngantong ini rupanya ada negatifnya. Paling keliatan, jama’ah di masjid ini boleh dibilang tidak terlalu rame. Pernah liat lalu-lalang orang atau keluar-masuk kendaraan pas waktu sholat? Wah nggak kali ya. Kalo dipikir-pikir, mungkin karena bentuk masjidnya kurang mencolok atau mungkin juga karena jauh dari pemukiman. Maklum aja, wong kiri kanannya mung perkantoran dan pertokoan.
Tapi mengapa dinamakan Masjid Asy-Syuhada? Penamaan ini tidak terlepas dari penghormatan kepada para pejuang yang gugur (syahid) di markas Kempetai yang sekarang menjadi masjid ini. Di lokasi inilah pada tanggal 3 Oktober tahun 1945 terjadi pertempuran besar-besaran melawan pendudukan Jepang selama tiga hari tiga malam. Menurut sumber resmi di Pekalongan, 35 pejuang gugur dan 12 orang menderita cacat. Namun pengorbanan itu rupanya tidak sia-sia karena para pejuang berhasil mengusir Jepang dari Pekalongan pada tanggal 7 Oktober 1945.
Ingin napak tilas dan mendo’akan arwah mereka yang telah gugur? Kunjungi dan beribadahlah di masjid yang mempunyai nilai sejarah tinggi ini. Enak kok. Buat berjama’ah dan milih shaf yang terdepanpun gampang. Tinggal cuk... sudah langsung ada di barisan terdepan.
No comments:
Post a Comment