Sekali lagi, pilihan manapun terhadap dua penafsiran ini berarti mengabaikan penetapan lainnya. Kita ragu dan bimbang. Tapi dari isinilah sebenarnya kita sebagai ummat Islam ditantang untuk tidak sekedar taqlid kepada ulama. Kita dituntut untuk menggunakan akal dan nalar untuk memahami dan meyakini kemudian mengambil keputusan yang terbaik dan kita yakini.
Pangkal perbedaan dalam penetapan 1 Syawal adalah Sabda Rasulullah SAW yang berbunyi: “Berpuasalah kamu jika melihatnya, dan berbukalah bila melihatnya! Dan jika terhalang oleh awan, maka cukupkanlah bilangan Sya’ban itu tiga puluh hari!” (Riwayat Bukhari dan Muslim). Masalah yang berkembang sekarang, apakah kata “melihat” masih harus dimaknai secara tekstual atau dalam makna yang lebih luas yaitu “melihat” dengan ilmu, hitungan dan keyakinan? Jadi harafiah atau maknafiah. Berikut beberapa test case yang jadi renunganku:
(1) Ayat pertama yang diwahyukan kepada Muhammad SAW adalah QS 96 ayat 1 yang berbunyi: “Bacalah atas nama Tuhanmu yang telah menciptakan”. Bagaimana harus memaknainya padahal tak ada bukti bahwa Nabi Muhammad SAW pernah belajar seni menulis dan umumnya orang sepakat bahwa ia buta huruf sepanjang hayat (Prof. Dr. M.M. Al-A’zami). (2) Tidak seluruh ucapan dan perbuatan Rasulullah berdasarkan wahyu sehingga selalu terbuka atas masukan. Dalam Perang Badr Kubra Rasulullah ketika memilih tempat peperangan ditanya oleh Al Habbab bin Mundzir: “Ya Rasulullah, apakah dalam memilih tempat ini Anda menerima wahyu dari Allah SWT yang tidak dapat diubah lagi? Ataukah berdasarkan tipu muslihat peperangan?” Rasulullah SAW menjawab: “Tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan tipu muslihat peperangan”. Al Habbab kemudian mengusulkan tempat yang baik dan menjelaskan argumentasinya. Rasulullah SAW akhirnya menjawab: “Pendapatmu sungguh Baik” (Al Buthy). (3) Sebuah riwayat menyebutkan bahwa dalam 10 malam terakhir bulan ramadhan Rasulullah mengencangkan ikat pinggang. Apakah ini harus dimaknai dan diteladani dengan betul-betul mengencangkan ikat pinggang yang kita kenakan. (4) Misi utama diutusnya Rasulullah adalah untuk memperbaiki aqidah (As-Syura 13) dan akhlak (Al Ahzab 21) sehingga rasulullah kadang membiarkan perbedaan ibadah dan muamalah sepanjang tidak prinsipil. Taraweh misalnya dibiarkan di masjid sedang Rasulullah SAW di rumah. Beda dengan riba tentunya yang meski menyangkut muamalah tetapi jelas-jelas diharamkan dalam Al Qur’an (5) Islam itu mudah dan menghilangkan keraguan. Sebuah riwayat menyebutkan: “Jikalau seseorang di antaramu ragu-ragu dalam shalatnya, hingga tak tahu berapa raka’at yang sudah dikerjakannya, apakah tiga atau empat, maka baiklah ia menghilangkan mana yang diragukan dan menetapkan mana yang diyakini, kemudian sujud dua kali sebelum salam”. (6) Berdasarkan hisab, hilal sudah wujud pada tanggal 11 Oktober 2007 Pukul 12.02. Ini berarti umur bulan Ramadhan adalah 28,sekian hari. Dengan matematika sederhana, berapakah bilangan tersebut harus dibulatkan?
Satu lagi kalau boleh berandai-andai. Seandainya Al Habbab kembali datang kepada Rasulullah SAW untuk menanyakan makna melihat bulan. Kemudian Al Habbab mengusulkan dan berargumentasi dengan ilmu falak (yang kita asumsikan sama akurat dan modern-nya dengan sekarang), kira-kira apa pendapat Rasulullah SAW?
Bagaimanapun, pilihlah lebaran yang anda yakini? Mudah kan.
Image: Modifikasi dari Image Anonim
No comments:
Post a Comment