Saturday, April 18, 2009

Buruk Suara, DPT Dibelah

Saya selalu saja geregetan dan hanya bisa mengurut dada setiap kali mengikuti berita silang sengketa para politisi yang menyoal DPT Pemilu Legislatif 9 April 2009. Bagaimana tidak, orang-orang yang selama ini terpandang sontak menjadi orang kalap karena kehilangan kendali rasionalitasnya dalam menyikapi hasil pemilu. Saya pikir mereka hanya siap menang, namun tidak siap kalah. Menyedihkannya, sikap yang begini terjadi dari calon pimpinan penyelenggara negara dari tingkat sampai ke tingkat daerah.
Di tingkat pusat, mungkin karena lebih berpendidikan dan mempunyai status sosial lebih tinggi, mereka menempuh cara-cara yang menurutnya mungkin cukup elegan, seperti mengklaim ada kecurangan sistematis, DPT yang tidak bereslah, penghitungan yang tidak transparan dan seabreg alasan lainnya. Sedang para tokoh kita di daerah, waduh ….. kasihan sekali ya. Mungkin karena tidak ada penyaluran dan dalih yang pantas dilontarkan serta tak ada pula yang mau mendengar, mereka lebih memilih berdiam diri. Tak sedikit malah yang berdiam diri untuk selamanya.
Menyoal tentang DPT, terus mengklaim bahwa pemilu gagal sehingga menuntut pemilu ulang, sungguh suatu gagasan yang teramat sulit untuk dimengerti. Apakah mereka mengira bahwa pemilu benar-benar pesta rakyat sehingga rakyat akan menyukai pemilu dan pemilu lagi. Bayangkan, rasanya capek di badan ini belum lagi hilang dari “pesta” pilgub dan pilkada, dan yang terakhir pemilu legislatif. Jadi bagaimana lagi kalau ada pemilu ulang, padahal sebentar lagi bakal ada pilpres. Akankah energi, sumber dana dan daya bangsa ini harus tersedot hanya untuk urusan yang seringkali tidak dimengerti oleh rakyat kecil?
Yang lebih unik adalah lagaknya partai-partai kecil. Mereka menyoal DPT seolah-olah DPT-lah yang menjadi biang kekalahan mereka. Naif dan sangat kekanakan argumennya. Sepertinya peserta yang tidak terdaftar bila diberikan kesempatan akan memilih partai-partainya. Ya nggaklah.
Kenapa begitu, logikanya begini. Andaikata DPT telah tersusun dengan benar dan seluruh eligible voter betul-betul melaksanakan hak pilihnya, maka besaran itu kita anggap sebagai populasinya. Katakanlah 170 juta. Dari jumlah pemilih ini kemudian menggunakan hak pilihnya dan kemudian dihitung oleh KPU. Mengingat besarnya data, mereka melakukan langkah pertama dengan menggunakan teknik sampling atas 1 juta kertas suara yang katakanlah sangat sangat representatif dan menghasilkan urutan 5 besar pemenang A, B, C, D, dan E. Kemudian karena menginginkan margin error diperkecil, diambillah langkah kedua dengan memperbesar sampel sampai dengan 10 juta dan terus meningkat sampai 150 juta. Hasilnya ternyata sama dengan urutan 5 pemenang adalah A, B, C, D, dan E. Bila diinginkan langkah ketiga dengan mengambil data pada seluruh populasi yaitu 170 juta, kira-kira bagaimana distribusi sisa 20 juta suarannya? Dengan memperhatikan langkah pertama dan kedua menghasilkan distribusi normalnya A, B, C, D, dan E, maka saya yakin bahwa sisa 20 juta suaranya juga akan menghasilkan distribusi serupa.
Sekarang apabila langkah pertama itu kita substitusi hasil quick count, sedang langkah kedua merupakan hasil real count, maka langkah ketiga adalah pemilu ulang untuk tambahan 20 juta peserta yang dalam pemilu kemarin belum terdaftar. Tanpa perlu merealisasikan pemilu susulan kita sudah bisa menebak hasilnya akan sama saja. Lalu bagaimana seandainya metode pemilu susulan tidak diterima tetapi menginginkan pemilu ulang. Kalau ini yang dipilih, mungkin peta perolehan 5 besar suara akan sedikit berubah. Tapi perubahan ini percuma saja bagi partai yang banyak ulah. Soalnya saya yakin, partai yang dizalimi dan/atau yang pimpinan partainya legowo menerima hasil pemilu akan semakin dicintai dan dipilih rakyat, sedang partai yang banyak ulah dan dalih akan semakin dijauhi rakyat. Jadi, kalau buruk muka kita nggak perlu membelah cermin yang hanya akan membuat kerusakan tetapi tidak menghilangkan penyebabnya. Kalau mau berfikir arif dan menghindari kerusakan, terima saja hasil pemilu dengan jiwa besar. Gitu aja kok repot.

Sumber Gambar: www.kanalpemilu.net

No comments: