Istilah itu sebenarnya muncul secara nggak sengaja diantara kami, siswa kelas 1 tahun 82-an. Ketika itu ada pelajaran unik yang kebetulan diajarkan oleh Pak Soegiman yang mempunyai gaya mengajar yang juga unik karena di luar pakem. Istilah GIMANTOLOGI rupanya cukup populer waktu itu dan mampu menembus sekat kelas. Buktinya, Mayit angkatan 84 memasang cutting sticker dengan istilah itu di tutup rantai motornya. Soal keunikan pelajarannya sendiri ceritanya begini. Ketika itu, pada awal masa persekolahan di SMA 1 Pekalongan, kami mendapat pelajaran kalau nggak salah GEOGRAFI. Ya, pelajaran pengetahuan umum karena para siswa belum memasuki masa penjurusan. Materi pelajarannya kan seharusnya berkisar masalah ilmu kebumian. Tapi entah kenapa, yang diajarkan banyak berkisar tentang astronomi atau tepatnya pada fenomena Gerhana Matahari Total (GMT).
Hampir satu semester lamanya, kami diajarkan dari a sampai z tentang GMT. Maklum waktu itu memang menjelang terjadinya GMT di Indonesia yang juga bakal melintasi wilayah Pekalongan. Tapi repotnya, ketakjuban beliau atas fenomena ini terbawa dalam mengajar. Karenanya beliau nggak taat lagi pada yang namanya silabus. Wah, akhirnya kita jadi mulai bertanya-tanya, apa memang begini materi Geografi? Sedang soal keunikan dalam mengajar adalah dalam cara menyampaikan atau bertuturnya yang tidak lazim. Setiap beliau masuk kelas langsung menulis besar-besar di papan tulis: GMT. Setelah itu beliau diam sejenak sambil menatap para siswa di kelas. Kebetulan beliau mempunyai penampilan yang formal, jarang humor dan dengan raut muka yang serius. Kami jadi agak tegang dibuatnya.
Situasi begini biasanya membuat kami salah tingkah. Makanya beberapa teman ada yang menyiasatinya dengan pura-pura sibuk menyiapkan peralatan sekolah. Lainnya, kadang bisik-bisik dengan teman se meja. Wah pokoknya kikuklah.
Ketegangan baru mereda setelah beliau memulai pelajarannya. Apalagi beliau mempunyai teknik mengajar yang mampu menyedot perhatian siswa. Meski tampil tanpa teks dan buku acuan pokok, beliau sangat fasih dan lancar mengurai materi terutama GMT. Runtut mengurai dan tetap mampu menjaga ritme dan intonasi. Wah nikmat, kami jadi terbuai olehnya. Tapi yang namanya kenikmatan atau kesenangan kan pasti ada batasnya. Demikian juga dengan pelajaran yang satu ini. Meski awalnya memukau tapi karena materinya monoton akhirnya kami bosan juga. Pelajaran yang mulanya ditunggu-tunggu sekarang malah jadi momok. Parahnya, bahkan mendengar kata geografi saja disebut, kami-kami yang biasa duduk di belakang (arif, adianto, zaenuddin cs) sudah langsung mules. Tapi gimana lagi wong namanya SMA kan nggak bisa pilah-pilih pelajaran dan harus nurut sama gurunya. Nah untuk mengatasi kejenuhan ini kami secara iseng-iseng mencairkan suasana dengan memberi nuansa yang lebih segar agar tidak lagi membosankan. Dari sekedar guyonan akhirnya ketemu istilah yang makin mengkristral. Muncullah istilah Gimantologi. Frasa Giman diambil dari nama gurunya, sedang (to)logi menunjukkan ilmu yang diajarkan. Intinya: ilmu yang ada kalau Pak Soegiman sebagai pengajarnya. Hasilnya lumayan efektif. Bila sebelumnya kami lesu setiap melihat kedatangan Pak Giman, sekarang kami jadi tersenyum simpul karena istilah Gimantologi yang disebutkan sebagai sosok yang datang. Memang istilah ini akhirnya mampu mencairkan suasana karena terkesan segar dan bernada humor. Ibaratnya, badai yang menjadi sosok menakutkan akan terkesan bersahabat karena diberi nama Katrina misalnya. Demikian juga badai GMT dalam pelajaran Geografi menjadi lebih menarik karena diistilahkan Gimantologi.
Takzim kami untuk Pak Soegiman.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment