Friday, August 10, 2007

Iedul Adha dan Tahun Baru

Detik-detik hitung mundur pergantian tahun terus berjalan. Momen tahun baru berarti semakin menjelang. Kelak, saat jarum jam mendekati angka 12, serempak sejenak orang akan terpaku. Tiga, dua, satu dan horeee….. tahun baru telah datang. Orang akan larut dalam suka cita. Terompet akan bersautan seolah ikut menebar optimisme dan harapan baru. Orang tak lagi peduli dengan hakikat waktu, mereka bersatu padu menjadi saksi berlalunya masa lalu. Kenapa mereka kompak? Jawabnya mungkin karena jam sebagai rekayasa penanda waktu telah menjelma sebagai simbol pemersatu.
Manusia memang kadang lebih suka simbol daripada realita. Karena simbol kadang bisa dikemas sesuka, sedang realita akan tampil apa adanya. Ingat, ketika dunia heboh dengan isu millenium bugs (Y2K), masyarakat yang terpesona simbol ikut-ikutan merasa heboh menyongsong pergantian milenium. Aneh, masalah di dunia IT ikut terbawa dalam dunia nyata. Memang sih, secara simbol, pergantian abad akan lebih “megang” bila ditandai perubahan simbol angka: dari 1999 ke 2000. Walhasil, meski realitanya tidak demikian, mesin industri hiburan dengan pandai mengemasnya.
Merayakan pergantian tahun baru belakangan ini memang makin mentradisi. Padahal seingat saya, greget nuansa pergantian tahun di dekade 80-an khususnya di Pekalongan tidak begitu terasa. Dalam kesahajaan hidup dan minimnya fasilitas, masyarakat Pekalongan lebih suka menyambut dengan ala kadarnya. Paling banter ya acara puter-puter kota atau nonton midnite show (soalnya belum ada mal dan tempat hiburan lhoer). Beda dengan kondisi sekarang, apalagi buat alumni yang tinggal di kota besar. Al Makada: Apa aja Lu MAu KAyaknya aDA. Jadi perayaan tahun baru percuma saja dilawan, mending sekalian dijadikan kawan. Dalam kurun yang berdekatan, umat Islam juga sedang bersiap menyambut hari besarnya yaitu Iedul Adha. Namun berbeda dengan ketika menyikapi pergantian tahun baru, umat Islam di Indonesia akan terbelah dalam menentukan waktunya. Mayoritas akan memperingati pada 31 Desember 2006 dengan pijakan mantap, hilal dan hisab. Sedang sebagian lainnya yang dimotori sebuah lembaga dakwah akan memperingati pada 30 Desember 2006 dengan dasar makmum pada Arab Saudi. Kenapa begitu? Jawabnya mungkin karena umat Islam belum punya simbol pemersatu. Hilal, hisab atau waktu Arab Saudi sebagai simbol pemersatu? Ah nggak usah ikut-ikutan bingung. Bukankah selama ini pangkal ketidakakuran karena hilal dan hisab gagal menjadi pemersatu mengungkap realita, kenapa lagi harus ditambah masalah makmum waktu. Kalau begitu kenapa yang makmum waktu tidak menghitung tahun baru pada pukul 04.00.01 saja sesuai dengan waktu di sana? Tapi sudahlah, itu sekedar pendapat dari orang yang masih bingung membedakan mana simbol dan mana realita.
Dimensi waktu memang susah dimengerti karena di dalamnya penuh misteri. Konon waktu adalah jejak perjalanan, jadi mengingat waktu berarti mengingat sejauh mana kita berjalan. Ketika anda menengadah ke langit di malam yang cerah dan melihat sinar bintang yang terang bercahaya, hakikatnya anda sedang menangkap jejak bayangan masa lalu. Ya, karena gemerlap bintang pada detik ini adalah pancaran cahaya yang berpendar jutaan atau milyaran tahun yang lalu. Moedji Raharto mengatakan makin jauh jarak galaksi, berarti pengamatan kita juga merupakan pengamatan masa silam galaksi tersebut. Masih adakah mereka di sana? Ah tentu kita tidak berharap mereka telah tiada karena kalau demikian berarti kita selama ini hanya menangkap simbol atau sejarah keberadaannya saja. Realita yang mengerikan tentu.
Memahami dimensi waktu ternyata bisa membimbing kita menemukan dimensi penciptanya. Hugh Rose sebagaimana dikutip Adnan Oktar mengatakan: “Secara definisi, waktu adalah dimensi di mana fenomena sebab-dan-akibat terjadi. Tidak ada waktu, tidak ada sebab dan akibat. Jika permulaan waktu sama dengan permulaan alam semesta, seperti yang dikatakan teorema ruang-waktu, maka sebab alam semesta haruslah entitas yang bekerja dalam dimensi waktu yang sepenuhnya mandiri dan hadir lebih dahulu daripada dimensi waktu kosmos…. Ini berarti bahwa pencipta itu transenden, bekerja di luar batasan-batasan dimensi alam semesta. Ini berarti Tuhan bukan alam semesta itu sendiri, dan Tuhan juga tidak berada di dalam alam semesta”. Dimanakah Tuhan?
Menyikapi tahun baru sebagai kawan tak lantas kita larut dalam berpesta. Ada begitu banyak cara dan jalan menyikapinya. Jalan manakah yang rekan-rekan alumni suka?

Demi masa,
Sesungguhnya manusia dalam kerugian,
Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan saling berwasiat dengan kebenaran dan saling berwasiat dengan kesabaran.

Karenanya, momen pergantian tahun lebih pantas kita jadikan saat untuk berkontemplasi dan mensyukuri karunia-Nya. Bukankah berarti masih ada kesempatan sebelum simbol-simbol kemegahan semesta lenyap digulung dalam genggaman-Nya. Jadikan ibadah kurban sebagai simbol kepatuhan kita dan luangkan sedikit waktu di tahun baru untuk mengingat dzat penciptanya. Semoga anda akan menemukan Tuhan.
Selamat Iedul Adha 1427 H dan Selamat Tahun Baru 2007.

No comments: