Kelas kami di IPA 3 termasuk kelas yang dolan jalan. Seingat saya, acara jalan bareng sudah beberapa kali diadakan. Dari yang deket-deket saja ke nDoro atau yang agak jauhan yaitu ke Kopeng dan malah pernah sampai ke ujung timur Pulau Jawa. Dari serangkaian acara jalan-jalan, acara yang terakhir seakan menjadi puncaknya karena berlangsung di liburan terakhir sebelum kelulusan. Acara makin meriah karena kami melibatkan guru favorit (Pak Tri dan Pak Agus Mery).
Karena jauh, acara jalan-jalan ke Jatim lebih membutuhkan persiapan ekstra. Nah buat cowok, konotasi persiapan kan nggak jauh dari duit. Maklum, perjalanan yang direncanakan 2 hari 3 malam tentu membutuhkan pengeluaran lebih. Biaya perjalanan, makan dan uang saku kudu disiapin (masih untung ya waktu itu belum kenal biaya pulsa). Padahal bekal dari ortu kan terbatas. Jadi untuk menyiasatinya harus pinter-pinter milih skala prioritas.
Dari beberapa kebutuhan, mengabadikan kenangan dengan berfoto merupakan prioritas utama buat saya. Nggak tahulah, pokoke seneng aja. Akhirnya demi berhemat, saya pilih beli film isi 24 saja dengan pertimbangan: murah harganya dan hemat cuci cetaknya. Konsekuensinya, saya harus membagi ruang untuk beberapa lokasi obyek wisata yang bakal dikunjungi.
Sore itu menjelang keberangkatan, saya pasang film yang baru saya beli dari Toko POP ke Canon AF II. Biasa, untuk menyiasati keterbatasan film, saya pakai trik pasang yang minimalis. Maksudnya, tempel sedikit ujung film ke gerigi pemutar lalu tutup dan pencet tombol shutter, seerrrr …. Film muter tapi pinggirannya yang hilang sedikit. Jadinya film yang mestinya isi 24 bisa jadi 26 atau 27. Lumayan kan dapat ekstra. Esoknya, aksi jepret-menjepret dimulai. Kebon Binantang Wonokromo adalah obyek wisata pertama yang kami kunjungi. Banyak momen kebersamaan saya ambil gambarnya di sini. Di satu kesempatan saya jalan bareng rombongan cowok, apin, odo’, mbincung, untung, yos dll dan tak lupa ambil gambarnya, jepret. Di kesempatan lain saya ikut rombongan cewek, wiwied, qq, wahyuni dll, … jepret. Ramene pooor, malah di depan taman buaya kami sempat foto bersama,…jepret..
Sore hari setelah dari wonokromo, perjalanan dilanjutkan ke Pantai Kenjeran dan malam harinya jalan lagi ke Pasar Wijaya. Ketika yang lain pada jalan entah kemana, saya fokus aja ke toko kaset. Hasilnya sebanding, di sini saya menemukan kaset yang saya cari: album best of the best dari deep purple. Sedang arie tak mau kalah karena sasarannya album very best of the best dari grup favoritnya. Pokoke enake ben tekel pitu. Di hari kedua, perjalanan diteruskan ke Batu di Malang dan Makam Bung Karno di Blitar. Di kedua tempat ini aksi jepret-menjepret masih saya lanjutkan sekalian menghabiskan sisa film yang tinggal sedikit. Saat indikator film sudah di angka 26, saya berpikir inilah batas akhir film yang saya pasang. Makanya saya minta temen-temen beraksi di tengah jalan dengan pemandangan pedagang kerajinan dan oleh-oleh di kiri kanannya. Jepret sekali dua kali. Beres?
Deg… deg…. tiba jantungku berdetak. Kok filmnya nggak habis-habis saat dipencet padahal posisi sudah di ekstra. Mestinya, kalau habis kan pemutar otomatisnya akan berhenti karena rol film sudah habis tergulung. Lha ini kok ngeblong bae.
Bayangan buruk tiba-tiba saja melintas: “jangan, jangan …filmku…”. Dalam kondisi panik, saya menduga-duga mungkin rol filmnya nggak nggulung. Tapi terlambat. Dengan terburu-buru saya buka, dan yaaaa… benar saja, ternyata filmnya slip di geriginya jadi rol film nggak mau muter. Wah, lemeeess sudah. Temen-temen juga kelihatannya ikut kecewa.
Memang sih filmnya nggak sia-sia karena masih bisa dipakai lagi. Tapi nilai kenangan di wonokromo, kenjeran dan di batu itu lho yang nggak tergantikan. Bayangin aja, aksi di beberapa tempat terutama jejer saudara tua alias kunyuk di wonokromo jadi sia-sia. Belum lagi momen di kebun apel dekat Selekta yang suasananya nggak ditemukan di Pekalongan dan sekitarnya. Hijau, sejuk dan sedikit berkabut karena menjelang sore. Nimbang blas nggak ada kenangan terpaksa film saya pasang lagi. Biar yakin, temen-temen terutama apin ikut membantu dan kami berfoto lagi untuk kesempatan terakhir bahkan di detik-detik kepulangan. Malam harinya, meski ada kesempatan berfoto lagi saat di rumah makan MeWah, saya sudah nggak bernafsu lagi. Soalnya maksudnya Mepet saWah.Sejak saat itu saya jadi berhati-hati kalau masang film. Bagaimana jadinya kalau gagal lagi padahal untuk momen yang lebih penting. Beruntunglah pengalaman seperti saya jarang terjadi lagi di masa sekarang. Soalnya tinggal jepret, langsung preview. Jadi, nggak lagi kehilangan kenangan karena mikirin ekstra.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment