Berangkat hari minggu jam 2 pagi, perjalanan relatif lancar sampai keluar pintu tol Cileunyi. Selepas itu ternyata perjalanan tersendat juga. Macet, merayap dan kadang harus stop and go. Tapi yang namanya nginjak jalur yang sudah tahunan nggak dilewati ya lumayan dapat kompensasi suasana. Boleh dibilang sampai pertigaan Buntu suasana mudik yang semrawut masih terasa. Tapi ketika berbelok kiri mengarah ke Wonosobo, suasana tenang dan nyaman baru terasa. Mayoritas lalu lalang kendaraan mudik tergantikan oleh suasana lalu lalang kendaraan lokal. Cukup menghibur suasananya dan rasa kantuk yang mulai mendera sontak lenyap. Persis maghrib sampai di Wonosobo dan segera saja check in di Hotel karena buru-buru untuk berbuka puasa.
Jam 9 pagi esok harinya, perjalanan ke Pekalongan dilanjutkan lewat jalur mendaki ke Dieng. Gagasanku, mudik sekalian piknik, kenapa tidak? Hambatannya memang masih suasana puasa jadi mungkin tidak bisa menikmati perjalanan secara sempurna. Apalagi saya bawa anak kelas 6 dan 2 SD. Bagaimana kalau mengeluh lapar dan haus? Pertanyaan selanjutnya, bagaimana suasananya?, apa obyek-obyek tujuan utama di sana tetap buka?Perjalanan mendaki dari Wonosobo memang kontan memberikan suasana mudik yang jauh berbeda dibanding jalur normal manapun. Udara segar langsung terasa, tanah garapan kebun sayur yang berundak-undak langsung memberikan suasana yang jauh berbeda.

Mungkin karena suasana puasa, pengunjung obyek wisata Dieng ternyata sepi mendekati ramai. Tapi hal ini malah menjadi hikmah tersendiri karena pengunjung bisa leluasa menikmati obyek yang ada tanpa harus ada crowded atau berdesak-desakan. Setiap masuk obyek wisata seperti telaga, candi atau teater hanya terlihat beberapa rombongan wisatawan. Diantara pengunjung lama-lama jadi apal dan saling mengenali. Hikmahnya kita bisa saling menyapa dan lebih bisa menikmati suasana karena pelayanannya sama sekali tidak berkurang. Sewaktu nonton di Dieng Plateu Theater misalnya, meski baru ada tiga rombongan film langsung diputer. Jadi cukup privasilah.

Di luar dugaanku, disamping pemandangan alamnya yang indah, di jalur ini menyediakan pemandangan mengagumkan lainnya berupa deretan masjid-masjid bagus nan menyolok yang jarak satu dengan lainnya kadang tidak terlalu jauh. Terus terang saya mengaguminya karena berarti masyarakat di sini sangat religius dan secara ekonomi cukup makmur. Sungguh, jajaran menara-menara masjid yang menjulang ini melebihi suasana di Pulau Lombok yang mengklaim sebagai Pulau Seribu Masjid. Kalo gitu julukan apakah yang pantas untuk kawasan Dieng?
No comments:
Post a Comment